Sabtu, 15 Desember 2012

Makalah " Ahlak Islamiah"


KATA PENGANTAR


            Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mana telah memberikan rahmat dan petunjuk-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan panulisan makalah ini yang berjudul “Ahlak dan Kepribadian Guru”dengan baik.
            Sebelumnya, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dosen Pembimbing yang telah memberikan tugas ini dan yang telah membimbing saya dalam penyelesaian tugas UTS, sehingga saya dapat menyelesaikannya dengan baik.

            Saya  menyadari berbagai kelemahan dan keterbatasan yang ada, sehingga terbuka kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penulisan Makalah ini. Penulis  sangat memerlukan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca Makalah ini, terutama Bapak Dosen untuk penyempurnaan Makalah ini.
            Demikianlah yang dapat saya sampaikan, penulis berharap semoga Mkalah ini bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.



                                                                                                Bogor , 09 Desember 2012



                                                                                                           Isye Kusnia
















BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Pada prinsipnya seorang guru adalah figur dan titik sentral dalam proses pembelajaran baik hal itu dilakukan didalam kelas  ataupun di luar kelas, oleh karena itulah setiap guru harus mempunyai kepribadian yang baik sebagai suatu bekal dalam menghadapi siswanya, baik dalam hal kemampuan kogniif, avektif, dan psikomotorik.

Kepribadian yang baik akan membawa suatu citra yang positif bagi lembaga yang di binanya ataupun realita social yang ada disekitarnya, boleh jadi nama guru di masa sekarang sudah banyak dikotori oleh oknum-oknum yang ingin merusak citra seorang guru, fenomena tersebut, antara lain :

Masih adanya guru yang lebih senang menggunakan suatu produk pembelajaran yang bersifat ’instan’ daripada berlatih mendesain sendiri, dimana hal tersebut sebagai bukti belum teraktualisasinya kompetensi guru.
    Masih adanya guru yang lebih senang dan bangga menjadi satu-satunya sumber belajar tanpa berpikir perlunya berinteraksi dengan ’makhluk’ lain selain dirinya. Menjadi pewarta materi dengan peserta didik yang duduk senang tanpa ‘perlawanan’, juga menjadi kebanggaannya.
Masih adanya guru yang lebih senang menggunakan ’ancaman’ untuk mengingatkan peserta didik daripada menerapkan teknik-teknik profesionalnya saat dididik menjadi guru sebelumnya.
Juga terlihat adanya guru yang masih asing bahkan sinis terhadap inovasi tapi suka menganggukkan kepala tanda setuju tanpa memikirkan secara mendalam makna anggukan kepala tersebut.



1.2   Rumusan Masalah
Sesuai latar belakang diatas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:
1.             Bagaimana ahlak seorang guru?
2.             Bagaimana peranan guru sebagai motivator ahlak?
3.             Apakah kepribadian menjadi sumber karismatik guru?
4.             Apa saja yang merupakan Nilai-nilai Kepribadian Guru dalam Penanaman Akhlak Siswa?

1.3   Tujuan
1.                  Untuk mengetahui bagaimana ahlak seorang guru
2.                  Untuk mengetahui peran guru sebagai motivatorahlak
3.                  Untuk mengetahui aapakah kepribadian menjadi sumber karismatik guru.
4.                  Untuk mengetahui nilai-nilai kepribadian guru dalam penanaman ahlak.






BAB II
PEMBAHASAN

AHLAK DAN KEPRIBADIAN GURU

2.1   Ahlak Seorang Guru
Islam memiliki kriteria yang sangat ketat dalam persoalan guru, terutama berkaitan dengan akhlaq.Hal ini sangat berbeda dengan keadaan pada mayoritas sekolah umum, yang hampir tidak pernah melihat akhlaq calon guru-gurunya, melainkan hanya melihat ijazah pendidikan akademisnya. Bahkan, untuk guru agama sekalipun, sekolah tidak merasa perlu untuk menelusuri latar belakang dan akhlaq keseharian dari sang calon guru.

Kriteria Guru Menurut Para Ulama :
Untuk mengetahui lebih jauh, kita akan mencoba melihat apa saja kriteria guru dari para ulama pendidikan Islam terdahulu.

Imam al-Ghazali memiliki empat syarat utama bagi guru yakni cerdas, sempurna akalnya, baik akhlaqnya dan kuat fisiknya. Selain keempat syarat utama ini, al-Ghazali menambahkan delapan kriteria. Pertama, memiliki sifat kasih sayang. Kedua, tidak menuntut upah atas ilmu yang diajarkannya (terkecuali untuk menutup ongkos yang harus dia keluarkan, seperti transportasi, dsb).  Ketiga, bisa mengarahkan murid-muridnya. Keempat, menggunakan cara yang simpatik. Kelima, bisa menjadi panutan. Keenam, memahami kemampuan individu tiap murid yang bisa berbeda satu sama lain. Ketujuh, memahami perkembangan jiwa murid-muridnya. Kedelapan, tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan apa yang diajarkan.
Senada dengan Imam al-Ghazali, Ibn Jamaah, seorang ulama besar dari Mesir, memiliki enam kriteria bagi guru yang baik. Kriteria pertama adalah menjaga akhlaq. Kedua, tidak menjadikan profesi guru untuk menutupi kebutuhan ekonominya. Ketiga, mengetahui situasi yang terjadi pada lingkungan sosial dan kemasyarakatan. Keempat, menunjukkan kasih sayang dan kesabaran. Kelima, adil dalam memperlakukan anak didik. Keenam, berupaya maksimal dalam menolong anak didiknya mencapai pemahaman yang benar.
Demikian halnya dengan Ibnu Taimiyah. Beliau menetapkan empat syarat bagi guru. Pertama, guru merupakan penerus nabi dalam menyampaikan ilmu-ilmu kebenaran. Oleh karenanya, guru wajib senantiasa mencontoh perjalanan hidup dan akhlaq dari Rasulullah Muhammad SAW.  Kedua, guru harus bisa menjadi panutan bagi murid-muridnya. Ketiga, serius dan tidak sembrono dalam mengajar. Keempat, berusaha untuk terus menambah keilmuannya.

Ibn Miskawaih bahkan menempatkan posisi guru di atas orang tua lantaran keutamaan yang (seharusnya) dimiliki seorang guru. Menurut beliau, seorang guru lebih banyak berperan dalam mendidik kejiwaan muridnya dalam rangka mencapai kebahagiaan sejati, yakni keridloan Allah SWT di dunia dan pahala di akhirat. Oleh karena itulah, seorang guru sejati adalah yang bisa senantiasa menunjukkan kepribadian yang mencontoh kepribadian nabi.Selain guru sejati, Ibn Miskawaih menetapkan pula kriteria “guru biasa.”  Guru biasa ini haruslah memenuhi persyaratan:
(1) bisa dipercaya;
(2) pandai;
(3) dicintai;
(4) sejarah hidupnya tidak tercemar dalam masyarakat;
(5) bisa menjadi panutan;
(6) akhlaqnya lebih mulia daripada murid-muridnya.

Demikianlah kriteria yang dibuat para ulama kita. Dari kesemuanya itu, bisa kita lihat bahwa akhlaq guru menempati posisi terpenting yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu, sudah sepatutnya apabila kita mulai memberikan perhatian serius terhadap masalah ini. Jangan sampai kita serahkan diri kita maupun anak-anak kita kepada guru yang tercela akhlaqnya.

Namun dalam proses penilaiannya para guru banyak yang hanya sekedar menilai tanpa memperhatikan aspek sikap dan komponen penilaiannya.
komponen tersebut antara lain:



1. AKHLAQ
  • A. Ketaqwaan
  • B. Budi Pekerti
  • C. Pengalaman Beragama
2. KEPRIBADIAN
  • A. Sikap
  • B. Kerajianan
  • C. Kebersihan dan Kerapian
Masing- masing komponen tersebut dijabarkan lagi dalam beberapa sikap yang dapat diamati dan dinilai oleh guru. Karena banyaknya sikap yang diamati dan dinilai menyebabkan guru kesulitan dalam melakukan penilaian, sehingga dalam pengisian rapot seorang guru biasanya hanya membayangkan dan mengingat wajah si A atau si B. Ketika diminta bukti penilaian pasti tidak bisa menunjukkan.

2.2   GURU SEBAGAI MOTIVATOR AKHLAK
Sungguh berat nian tugas sebagai seorang guru. Salah satu diantaranya adalah “Guru sebagai motivator akhlak”. Guru tidak hanya dituntut harus mampu sebagai agent of learning, tetapi juga harus mampu memerankan dirinya sebagai agent of change (agen perubahan) bagi peserta didik. Karenanya, seorang guru diharapkan dapat menjadi seorang pendidik yang tidak hanya sebatas mengajar, tetapi juga harus mampu menjadi motivator serta terlibat langsung dalam proses pengubahan sikap dan perilaku (akhlak) siswa.

Guru sebagai motivator akhlak adalah yang bertugas memberikan dorongan atau stimulasi kepada siswanya untuk bersikap dan bertutur laku dengan baik mengenai perilaku dan kecerdasan pikiran, dalam hal ini budi pekerti atau akhlak.

Dengan demikian, seorang pendidik harus terlibat langsung dalam proses pengubahan sikap dan perilaku siswa dalam upaya mendewasakan siswa melalui upaya pengajaran. Jadi, upaya mendewasakan siswa yang mencakup akhlak (moral) dan kecerdasan pikiran tidak sebatas dilakukan di dalam ruang kelas. Ini berarti bahwa seorang guru tetap bertanggung jawab menjalankan perannya walaupun di luar jam mengajarnya. Dia berperan dalam pengembangan budi pekerti atau perilaku anak didiknya; bukan hanya sekadar bertumpu pada pengalihan informasi.

Untuk menjalankan peranannya sebagai motivator akhlak dalam proses belajar- mengajar, seorang guru harus memberikan contoh-contoh penerapan praktis dan konkret kepada anak didiknya. Karenanya, sudah otomatis ia harus mampu menunjukkan akhlaknya yang positif agar dapat dituruti peserta didiknya. Bukan hanya sekedar sebagai transformer materi akhlak semata. Hal ini, dirasa lebih efektif dan akan menimbulkan efek kepada siswa ketimbang ia hanya “mahir” dalam memberikan segudang materi pembelajara akhlak.

Akhlak seorang guru dituntut menjadi suri teladan bagi peserta didiknya. Jangan sampai, guru yang menuntut siswanya untuk berakhlak mulia, namun akhlak pribadinya dalam keseharian masih harus dipertanyakan.

Seorang guru dapat menerapkan prinsip-prinsip pembentukan dan pengembangan akhlak kepada siswanya sebagaimana yang pernah diterapkan Rasulullah Saw. Melakukan pengajaran aqidah dengan teknik yang sesuai dengan karakter aqidah Islam yang merupakan aqidah aqliyyah (aqidah yang muncul melalui proses perenungan pemikiran yang mendalam).

Menjadi seorang guru berarti memiliki peluang untuk mendapatkan mahkota kepahlawanan. Berjuang dalam pergumulan hidup untuk mengantarkan kesuksesan bagi masa depan generasi penerus bangsa adalah sebuah tugas mulia. Kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas merupakan bingkai indah dalam potret perjuangan mereka. Teriring doa bagi guru-guru kita yang berjuang tanpa pamrih mengorbankan jiwa raga mereka bagi peradaban dunia pendidikan. Semoga setiap tetes keringat dan jiwa yang tak pernah lelah berjuang menjadi sebuah amalan ibadah dan mendapatkan hadiah teristimewa dari Sang Maha Sempurna, Allah SWT…. Saya bangga memilih profesi itu.

2.3  PENGERTIAN KEPRIBADIAN
Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Dalam makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan suatu gambaran dari kepribadian orang itu, asal dilakukan secara sadar. Dan perbuatan yang baik sering dikatakan bahwa seseorang itu mempunyai kepribadian yang baik atau berakhlak mulia. Sebaliknya, bila seorang melakukan suatu sikap dan perbuatan yang tidak baik menurut pandangan masyarakat, maka dikatakan bahwa orang itu tidak mempunyai kepribadian yang baik atau mempunyai akhlak yang mulia. Oleh karena itu, masalah kepribadian adalah suatu hal yang sangat menentukan tinggi rendahnya kewibawaan seorang guru dalam pandangan anak didik atau masyarakat. Dengan kata lain, baik tidaknya citra seseorang ditentukan oleh kepribadian. Lebih lagi bagi seorang guru, masalah kepribadian merupakan faktor yang menentukan terhadap keberhasilan melaksanakan tugas sebagai pendidik. Kepribadian dapat menentukan apakah guru menjadi pendidik dan Pembina yang baik ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik, terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan bagi mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat remaja).

Namun begitu, seseorang yang berstatus guru tidak selamanya dapat menjaga wibawa dan citra sebagai guru dimata anak didik dan masyarakat.Ternyata masih ada sebagian guru yang mencemarkan wibawa dan citra guru. Di media massa (cetak maupun elektronik) sering diberitakan tentang oknum-oknum guru yang melakukan suatu tindakan asusila, asosial, dan amoral. Perbuatan itu tidak sepatutnya dilakukan oleh guru. Lebih fatal lagi bila perbuatan yang tergolong tindakan criminal itu dilakukan terhadap terhadap anak didik sendiri.

Kepribadian adalah unsur yang menentukan keakraban hubungan guru dengan anak didik. Kepribadian guru akan tercermin dalam sikap dan perbuatannya dalam membina dan membimbing anak didik. Menurut Mikeljohn dalam bahri (2000: 41) tidak seorangpun yang dapat menjadi guru yang sejati (mulia) kecuali dia menjadikan dirinya sebagi bagian dari anak didik yang berusaha untuk memahami semua anak didik dan kata-katanya. Guru yang dapat memahami tentang kesulitan anak didik dalam hal belajar dan kesulitan lainnya diluar masalah belajar, yang bisa menghambat aktifitas belajar anak didik, maka guru tersebut akan disenangi anak didiknya.
2.4  KEPRIBADIAN SEBAGAI SUMBER KARISMATIK GURU

Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya manusia.  Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasehat, ucapan, atau perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan perilakunya).

1.        Makna Kepribadian Terhadap Pengembangan Guru
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. (UU No 20 tahun 2003 tentang sisdiknas pasal 1 ayat 6).

Dari hal itulah guru mempunyai beberapa kompetensi, sesuai dengan Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan yaitu; (a) Kompetensi pedagogik. (b) Kompetensi kepribadian. (c) Kompetensi profesional; dan (d) Kompetensi sosial. Namun yang paling menentukan dalam proses pembelajaran adalah kompetensi kepribadian karena dengan kompetensi tersebut dapatlah diukur seberapa besar tingkat keberhasilan guru dalam menegemban amanah, yaitu memperbaiki akhlak.

a.       Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225-226)  menegaskan bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).

b.      Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis.Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu.Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia memiliki resistensi atau daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam pengamatan dan pengenalan.

Dalam Undang-undang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi kepribadian adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”. Surya (2003:138) menyebut kompetensi kepribadian ini sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi seorang guru yang diperlukan agar dapat menjadi guru yang baik. Kompetensi personal ini mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan dengan pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri (www. rasto.wordpress.com).

Setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang mereka miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dengan guru lainnya. Kepribadian sebenarnya suatu masalah yang abstrak, hanya dapat dilihat lewat penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan. Zakiah Daradjat (1985) mengatakan bahwa kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (ma’nawi), sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan. Misalnya dalam tindakannya, ucapan, cara bergaul, berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik yang ringan atau yang berat.


2.5  NILAI-NILAI KEPRIBADIAN GURU DALAM PENANAMAN AHLAK SISWA
Sebagai teladan, guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupan adalah figur yang paripurna.Itulah kesan terhadap guru sebagai sosok yang ideal. Sedikit saja guru berbuat yang tidak atau kurang baik, akan mengurangi kewibawaannya dan kharisma pun secara perlahan lebur dari jati diri. Karena itu, kepribadian adalah masalah yang sangat sensitif sekali. Penyatuan kata dan perbuatan dituntut dari guru, bukan lain perkataan dengan perbuatan, ibarat kata pepatah; pepat diluar runcing di dalam.

Imam Al-Ghazali mengemukakan, bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu).Ahmad Amin menjelaskan, bahwa akhlak adalah adatul iradah atau kehendak yang dibiasakan. (Mustofa, 2005: 12). Menurut Ibnu ‘Ilaan Ash-Shiddieqy, bahwa akhlak adalah suatu pembawaan dalam diri manusia yang dapat menimbulkan perbuatan baik, dengan cara yang mudah (tanpa dorongan dari orang lain). Sedangkan Abu Bakar Al-Jazairy mengatakan, bahwa akhlak adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, yang menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang sengaja (Mahyuddin, 2001: 3).

Guru adalah mitra anak didik dalam kebaikan. Guru yang baik, anak didik pun menjadi baik. Tidak ada seorang guru yang bermaksud menjerumuskan anak didiknya kelembah kenistaan. Karena kemuliaan guru, sebagai gelarpun di sandangnya. Guru adalah pahlawan tanpa pamrih, pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan ilmu, pahlawan kebaikan, pahlawan pendidikan, makhluk serba bisa, atau sebagai julukan lain seperti makhluk interpreter, artis, kawan, warga Negara yang baik, pembangun manusia, pembawa kultur, pioneer, reformer dan terpercaya, soko guru, bhatara guru, kiajar, sang guru dan sebagainya. Itulah atribut yang pas untuk guru yang diberikan oleh mereka yang mengagumi figur guru. Oleh karena itu, penyair telah mengakui pula nilai guru dengan kata-katanya, “berdiri dan hormatilah guru dan berilah ia penghargaan, seorang guru hamper saja merupakan seorang rasul”. Pribadi guru adalah uswatun hasanah, kendati tidak sesempurna seperti rasul. Betapa tingginya derajat seorang guru, sehingga wajarlah bila guru diberi berbagai julukan yang tidak akan pernah ditemukan pada profesi lain. Semua julukan itu perlu dilestarikan dengan pengabdian yang tulus ikhlas, dengan motivasi kerja untuk membina jiwa dan watak anak didik, bukan segalanya demi uang.

Posisi guru dan anak didik boleh berbeda, tetapi keduanya tetap sering dan setujuan, bukan seiring tapi tidak setujuan. Sering dalam arti kesamaan langkah dalam mencapai tujuan bersama. Anak didik berusaha mencapai cita-citanya dan guru dengan ikhlas mengantar dan membimbing anak didik kepintu gerbang cita-citanya. Itulah barangkali sikap guru yang tepat sebagi sosok pribadi yang mulia. Pendek kata, kewajiban guru adalah menciptakan “khairunnas” yakni manusia yang baik.




KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan, bahwa akhlak adalah perbuatan manusia yang berasal dari dorongan jiwanya karena kebiasaan, tanpa memerlukan pikiran terlebih dahulu.Maka gerakan refleks, denyut jantung, dan kedipan mata tidak dapat disebut akhlak
Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik.Dalam makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan suatu gambaran dari kepribadian orang itu, asal dilakukan secara sadar.Dan perbuatan yang baik sering dikatakan bahwa seseorang itu mempunyai kepribadian yang baik atau berakhlak mulia.Sebaliknya, bila seorang melakukan suatu sikap dan perbuatan yang tidak baik menurut pandangan masyarakat, maka dikatakan bahwa orang itu tidak mempunyai kepribadian yang baik atau mempunyai akhlak yang mulia.
            Guru adalah spiritual father atau bapak rohani dari seorang anak didik ialah yang memberikan santapan jiwa dengan  ilmu pendidikan akhlak, dan membenarkannya, maka menghormati guru berarti menghormati anak didik kita, menghargai guru berarti penghargaan terhadap anak-anak kita, dengan guru itulah mereka hidup dan berkembang, sekiranya setiap guru itu menunaikan tugasnya itu dengan sebaik-baiknya. Profil guru yang ideal adalah sosok yang mengabdikan diri berdasarkan panggilan jiwa, panggilan hati nurani, bukan karena tuntutan uang belaka yang membatasi tugas dan tanggung jawabnya sebatas dinding sekolah.Guru yang ideal selalu ingin bersama anak didik di dalam dan di luar sekolah. Jadi kemuliaan hati seorang guru tercermin dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya sekedar simbol atau semboyan yang terpampang di kantor dewan guru.

SARAN

Guru mesti memiliki kualifikasi yang melampaui sekadar penguasaan pelajaran (kognisi), tetapi juga memenuhi prasyarat jika seseorang ingin menjadi pemimpin yang baik. Ia harus mampu mengajarkan bagaimana jadi manusia yang baik, mampu memberi teladan bahwa, misalnya korupsi itu sama dengan mencuri, lewat contoh langsung dalam laku keseharian hidupnya yang sudah sempit dan serba terbatas. Kualitas itulah yang kita rindukan dari mereka yang diberkahi sebutan sebagai guru. Kpribadian dan ahlak yang baik akan patut dicontoh siswa, jadi guru juga harus mempunyai ahlak yang baik, kepribadian  serta kreativitasnya.  Agar dapat menjadi panutan untuk generasi baru.
Itu pula kiranya yang menyebabkan guru diposisikan sebagai “manusia suci”, semacam resi, yang selain pintar, tetapi punya laku tulus nan asketis. Saya kira inilah yang jadi sebab kenapa kita seperti kurang serius memikirkan kesejahteraan para guru. Karena memang tertanam kesadaran bahwa seorang guru itu harus hidup sederhana dan tulus apa adanya























DAFTAR PUSTAKA

Bahri, Djamarah Saiful. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta
Daradjat, Zakiah. 1985. Pembinaan Jiwa/Mental. Jakarta: Bulan Bintang
Mahyuddin. 2001. Kuliah Ahlak Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia
Mustofa, A. 2005. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
www.rasto.wordpress.com. kompetensi-guru. Diakses pada tanggal 04 mei 2009 pukul 19.00 Wib.

Selasa, 27 November 2012

Cabang-cabang Filsafat Ilmu ( tugas Mata kuliah "Filsafat Ilmu" smster 3 )


Cabang-Cabang Filsafat Ilmu

 1.  Epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang bersangkut paut dengan dengan teori pengetahuan.istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu berakar dari kata episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu, pendapat atau pikiran). Jadi epistemologi adalah pikiran atau percakapan tentang ilmu pengetahuan.

 2.    Metafisika berasal dari bahasa Yunani yaitu meta Physhika (sesudah fisika). Kata metafisika ini juga memiliki berbagai arti. Metafisika dapat berarti upaya untuk mengkarakteristikkan eksistensi atau realita sebagai suatu keseluruhan. Namun secara umum metafisika adalah suatu pembahasanfilsafat yang komprehensif mengenai seluruh realitas atau tentang segala sesuatu yang ada.

3. .        Logika, secara epistemologi adalah suatu pertimbangan akal atau pikiran yang dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika juga disebut logike episteme atau logica scientica yang berarti ilmu logika dan sekarang hanya disebut logika saja.

4.  Etika, berasal dari dua kata bahasa Yunani yaitu ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak, kebiasaan atau tempat yang biasa. Sedangkan ethikos berarti susila, keadaban, atau kelakuan yang berbuat baik. Etika sering disebut sebagai filsafat moral karena di dalamnya membicarakan tentang sifat dan kelakuan berbuat baik, membahas tentang adab dan susila.

5. Estetika adalah cabang filsafat yang membahas tentang seni dan keindahan. Istilah ini berasal dari kata aisthesis, yang berarti pemahaman intelektual atau pengamatan intelektual atau pengamatan spiritual. Adapun art (seni) berasal dari bahasa latin yaitu ars, yang berarti seni, keterampilan, ilmu, kecakapan.


Filsafat Ilmu :  Epistemologi , ontologi dan Aksiologi

* Pengertian Efistimologi

Epistemologi, (dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat  yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.
Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.

- Epistemologi. studi tentang asal usul hakekat dan jangkauan pengetahuan. Apakah pengalaman merupakan satu-satunya sumber pengetahuan. Apakah yang menyebabkan suatu keyakinan benar dan yang lain salah. Adakah soal-soal penting yang tidak dapat dijawab dengan sains dan dapatkah kita mengetahui pikiran dan perasaan orang lain. Pengkajian dari epistemologi adalah hakekat pengetahuan yang terdiri empat pokok persoalan pengetahuan seperti keabsahan, struktur, batas dan sumber.
      
   - Ontologi. Objek yang menjadi kajian dalam ontologi tersebut adalah realitas yang ada. Dan dalam ontologi adalah studi tentang yang ada yang universal, dengan mencari pemikiran semesta universal. Ontologi berusaha mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan atau menjelaskan yang ada dalam setiap bentuknya.dalam ontologi merupakan studi yang terdalam dari setiap hakekat kenyataan, seperti dapatkah manusia sungguh-sungguh memilih, apakah ada Tuhan, apakah nyata dalam hakekat material ataukah spiritual, apak jiwa sungguh dapat dibedakan dengan badan.








- Aksiologi dan Estetika. Aksiologi atau etika studi tentang prinsip-prinsip dan konsep yang mendasari penilaian terhadap prilaku manusia. Contohnya tindakan yang membedakan benar atau salah menurut moral, apakah kesenangan merupakan ukuran dapat dikatakan sebagai ukuran yang baik, apakah putusan moral bertindak sewenang-wenang atau bertindak sekehendak hati. Sedangkan estetika studi yang mendasarkan prinsip yang mendasari penilaian kita atas berbagai bentuk seni. Apakah tujuan seni, apa peranan rasa dalam pertimbangan estetis, bagaimana kita mengenal sebuah karya besar seni.